Sabtu, 20 September 2014

Atlet Dayung asli Jatiluhur


Sepak terjang Warisno (40) di cabang olahraga dayung sebenarnya tidak terlalu menonjol. Namun, semangatnya menularkan ilmu telah melahirkan bibit-bibit atlet dayung dari tepi Waduk Ir H Djuanda, Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Berbekal pengalaman, relasi, dan keinginan kuat, Warisno merintis mimpinya tiga tahun lalu. Dia memperkenalkan olahraga dayung kepada anak-anak di sekitar tempat tinggalnya di Kampung Tegalbuah, Desa Jatimekar, Kecamatan Jatiluhur, dengan peralatan dan fasilitas seadanya.

Dari usaha tersebut, kini berdiri klub yang ia beri nama Dayung Juanda Jatiluhur (DJJ). Belasan atlet dayung cilik lahir dari DJJ. Sebagian di antaranya telah membela kontingen Kabupaten Purwakarta atau Provinsi Jawa Barat dalam kejuaraan tingkat regional dan nasional.
Nilotika, Riyana, Yolanda, Riswanto, dan Yudha adalah sebagian ”alumni” DJJ itu. Anak-anak usia 12-16 tahun dari kampung-kampung di tepi waduk ini telah berkesempatan mengikuti pekan olahraga pelajar daerah Jawa Barat, pekan olahraga pelajar nasional, juga kejuaraan nasional dayung yunior. Medali emas, perak, dan perunggu mereka dapatkan dari sejumlah kejuaraan tersebut.
”Awalnya, tidak mudah mengajak mereka ke air, berkenalan dengan perahu dan dayung, dan berlatih secara rutin. Namun, prestasi teman turut menarik mereka menekuni olahraga ini,” ujar Warisno.

Tidak instan
Warisno meyakinkan orangtua mereka—umumnya nelayan, petani, dan buruh—bahwa berlatih dayung berguna bagi masa depan. Selain bonus uang, prestasi olahraga juga jadi salah satu pertimbangan penerimaan siswa baru serta penerimaan pegawai.
Niat Warisno mendirikan klub berawal dari keprihatinannya menyaksikan fenomena ”jual-beli” atlet yang masih saja terjadi menjelang kejuaraan. Atlet yang telah lama dibina di satu daerah tiba-tiba pindah karena iming-iming honor lebih tinggi.
Situasi itu mengacaukan pembinaan karena sebagian daerah hanya mementingkan perolehan medali. Pengurus cabang olahraga berambisi mendongkrak prestasi dengan cara instan, antara lain membeli atlet-atlet terbaik menjelang kejuaraan agar target medali tercapai. ”Padahal menciptakan atlet seharusnya melalui proses pembinaan yang baik, bukan dengan bim salabim dan langsung jadi,” kata Warisno.
Selain itu, pengurus cabang olahraga di daerah biasanya menggelar pemusatan latihan hanya beberapa bulan menjelang kejuaraan karena alasan dana yang terbatas. Proses instan ini membuat performa atlet tidak optimal.
Warisno berupaya mengubah situasi tersebut dengan mendirikan klub di lingkungan tempat tinggal. Dia ajak anak-anak ke air, berlatih naik perahu, memegang dayung, menjaga keseimbangan, mengayuh dayung, serta mengatasi situasi saat perahu terbalik. Materi itu dia berikan bertahap dalam dua bulan pertama.
Pada bulan ketiga Warisno mulai melatih fisik, meningkatkan daya tahan tubuh, serta performa. ”Ibarat mengajari bayi jalan, mereka harus dipandu dulu pelan-pelan, setelah itu dibiarkan berjalan sendiri, kemudian dipacu agar berlari lebih kencang,” ujarnya.
Warisno membesarkan klub bersama Lucky, tetangga yang juga mantan atlet dayung Purwakarta. Warisno juga berkonsultasi dengan beberapa pengurus dan pelatih dayung Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) Kabupaten Purwakarta, PODSI Jawa Barat, ataupun Pengurus Besar PODSI (pusat) terkait usahanya membuka klub dayung.
Klub DJJ menggelar latihan setiap Sabtu, Minggu, dan hari libur, menyesuaikan dengan waktu senggang anggota yang masih duduk di bangku SD, SMP, dan SMA. Pada Senin-Sabtu sebagian anggota DJJ berlatih bersama atlet yang tergabung dalam pemusatan latihan daerah PODSI Purwakarta atau Jawa Barat.
  • Kantong pribadi
    Fasilitas DJJ, sebagai sebuah klub, masih jauh dari memadai. Klub ini belum memiliki sekretariat, gudang penyimpanan alat, atau tempat latihan khusus. Tenaga administrasi, perawatan peralatan, sekaligus pelatih masih dirangkap Warisno dibantu beberapa sukarelawan.
    Empat perahu yang rutin dipakai berlatih, yaitu jenis kayak dan kano, disimpan di bawah pohon di tepi waduk di Kampung Tegalbuah, Desa Jatimekar. Beberapa dayung disimpan di bawah atap warung dan peralatan penting lainnya dititipkan di gudang toko terdekat di Kawasan Wisata Waduk Ir Djuanda, Jatiluhur.
    Perahu, dayung, dan peralatan itu bekas pakai. ”Perahu baru tak terbeli karena harganya puluhan juta rupiah, lebih baik kami memanfaatkan yang sudah tidak terpakai, minimal pinjam saat latihan,” ujarnya.
    Warisno menggunakan perahu kayu miliknya untuk mengawasi latihan. Perahu bermesin itu adalah sarana transportasi utama usahanya di bidang budidaya ikan keramba jaring apung. Perahu itu sebenarnya tak relevan dan jauh berbeda dengan speed boat yang biasa dipakai pelatih-pelatih pelatda dan pelatnas yang mampu bergerak lincah dan cepat di air.
    Namun, Warisno menggratiskan biaya pendaftaran ataupun biaya rutin bulanan untuk merangsang minat anak-anak berlatih dayung. Dia menutupi kebutuhan operasional latihan dari kantong pribadi, juga dari kas LSM Matahari (masyarakat pencinta dan pemerhati lingkungan), organisasi yang dia rintis bersama beberapa tetangganya.
    Dua tahun terakhir Matahari mendapat kepercayaan dari Divisi Pengelolaan Waduk Perum Jasa Tirta (PJT) II untuk mengelola kebersihan, menata pedagang, serta mengatur tukang perahu di sebagian kawasan wisata. Pendapatan dari jasa itu selanjutnya dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan sosial warga, pembersihan lingkungan waduk, dan sebagian untuk operasional klub dayung.
    Biaya operasional latihan mencapai ratusan ribu rupiah per bulan. Sebagian besar di antaranya untuk membeli bahan bakar perahu. Sisanya untuk memperbaiki alat-alat yang rusak.
    Warisno kini tercatat sebagai salah satu pelatih pelatda dayung Kabupaten Purwakarta.
    Selain dari melatih dayung dan usaha budidaya ikan, Warisno dan Komariah (36), istrinya, membuka usaha pembuatan abon ikan untuk menambah pendapatan keluarga. Produksi abon ikan nila dan patin dia titipkan di warung-warung di Kawasan Wisata Jatiluhur.
    Sebagian pendapatan usaha dia sisihkan untuk memupuk mimpinya di dayung. Warisno yakin bahwa dengan usaha keras, disiplin, dan ikhtiar terus-menerus, mimpi melahirkan atlet-atlet berprestasi akan terwujud.
    Dia berangan kelak alumni DJJ menjadi juara dan mempertahankan cabang olahraga dayung sebagai lumbung medali, baik bagi Purwakarta, Jawa Barat, maupun Indonesia.
    Profil : WARISNO
  • Lahir: Gombong, Jawa Tengah, 5 Juni 1969
  • Alamat: Kampung Tegalbuah RT 16 RW 5, Desa Jatimekar, kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat
  • Pendidikan: - SD Jatiluhur (1983) - SMP Jatiluhur (1986)
  • Istri: Komariah (36)
  • Anak:
    1. Nilotika Ismawati (16)
    2. Mira Irawati (12)
    3. Ramdan (7)
(Sumber :Kompas/Mukhamad Kurniawan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan untuk komentar, pertanyaan, saran atau kritik dengan tidak mengandung isu SARA dan POLITIK

Posting Baru Posting lama Beranda