PARADIGMA BARU DESA
Sejalan dengan
diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Desa, maka sudah selayaknya disyukuri oleh masyarakat. Akhirnya Pemerintah
mendengar aspirasi atau keinginan masyarakat desa yang selama ini tersandera
oleh kebijakan otonomi desa yang bersifat semu.
Dengan adanya
Undang-Undang yang khusus mengatur tentang desa yang disahkan awal tahun 2014
lalu itu,akan tercipta paradigma baru tentang hak desa untuk mengelola kekayaan, aset,
BUMDes (Badan Usaha Milik Desa), dan pendapatan lain untuk melaksanakan
pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat masing-masing desa. Dengan
kata lain Undang-Undang tersebut menjadi titik balik pengembalian kemandirian
desa dalam membangun, namun tetap sejalan dengan koridor pemerintah pusat dan
pemerintah daerah.
Selain dari
itu salah satu
pasal yang paling krusial yang mendasari aspirasi untuk dibentuknya
Undang-Undang tersebut adalah desa akan menerima dan mengelola dana bantuan
atau yang disebut dengan Dana
Desa yang besarannya antara
Rp. 1 Milyar hingga 1,4 Milyar per tahun per desa.
Seperti kita
ketahui selama ini, bantuan keuangan rutin yang kita kenal dengan ADD (Anggaran
Dana Desa) yang dikucurkan oleh Pemerintah pusat dan Pemerintah daerah untuk
dikelola secara mandiri oleh desa (pemerintah desa-red.) dirasa belum
mencukupi.
Adapun
selain anggaran rutin tersebut, desa menerima pula anggaran bantuan namun tidak
kelola oleh Pemerintah desa setempat. Namun sayangnya sering tidak sesuai
dengan kondisi dan situasi di desa. Pembangunan tersebut bersifat Up to Down
yang cenderung kurang bermanfa’at bagi desa tersebut.
Contohnya
ada pembangunan irigasi di salah satu desa dengan nilai hampir 900 juta
(terlihat di papan proyek), namun sebenarnya proyek dari Dinas PU tersebut
tidak pernah menjadi usulan oleh Pemerintah Desa setempat. Ada
istilah di masyarakat katanya itu sekadar untuk menghabiskan anggaran.
Lantas yang
menjadi pertanyaan :
“apakah
nantinya dengan Dana Desa yang mencapai 1,4 Milyar yang akan diterima dan
dikelola oleh pemerintah desa akan bermanfaat bagi masyarakat desanya ?
Jawabannya
adalah tergantung peran serta dari masyarakat desa itu sendiri.
Jika
masyarakat desa tersebut mempunyai kepedulian terhadap desanya, maka apa yang
diharapkan yaitu desa sejahtera akan dapat terwujud.
Apakah
bentuk kepedulian dan peran serta masyarakat itu ?
Hak masyarakat untuk dilibatkan secara langsung proses
pembangunan desa mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,
pengawasan dan evaluasi pembangunan desa
(Pasal 68
ayat 1, pasal 80 dan pasal 82 UU Desa).
Semoga
melalui pandangan yang singkat mengenai Undang-Undang desa ini, dapat menjadi
motivasi warga khususnya di desa Jatimekar untuk mau meluangkan waktu ikut
memikirkan masa depan lingkungannya (desa), sehingga tiap bantuan keuangan yang
dikucurkan melalui pemerintah desa dapat bermanfa’at.
Dengan
adanya Undang-Undang yang baru
tersebut, mari kita sambut babak baru tata kelola pemerintahan desa yang
transparan, bebas Korupsi dan terwujudnya pembangunan yang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfa’at bagi masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan untuk komentar, pertanyaan, saran atau kritik dengan tidak mengandung isu SARA dan POLITIK